Dua Ajaran Sunan Muria yang Bikin Hidup Lebih Bermakna: Tapa Ngeli dan Pager Mangkok
Dua Ajaran Sunan Muria yang Bikin Hidup Lebih Bermakna: Tapa Ngeli dan Pager Mangkok
Ayokudus.com
Pernah dengar nama Sunan Muria? Salah satu dari Walisongo yang terkenal banget dengan pendekatannya yang beda dari yang lain.
Kalau biasanya para dai dalam berdakwah menggunakan cara-cara yang formal, Sunan Muria lebih memilih cara yang santai, sederhana, tapi punya dampak luar biasa.
Ada dua ajaran yang paling populer dari beliau Sunan Muria: Tapa Ngeli dan Pager Mangkok.
Kedua ajaran ini masih relevan banget buat kehidupan kita sekarang.
Tapa Ngeli: Menyatu dengan Arus Kehidupan
Pertama-tama, kita ngomongin soal Tapa Ngeli. Apa sih sebenarnya arti dari ajaran ini?
Secara harfiah, Tapa Ngeli berarti “bertapa mengikuti arus.” Tapi jangan keburu mikir ini soal meditasi di tengah sungai atau semacamnya ya! Konsep ini lebih dalam dari itu.
Tapa Ngeli adalah ajaran Sunan Muria yang mengajarkan kita untuk blend in dengan lingkungan sekitar.
Bukan berarti kita harus ikut-ikutan dalam hal negatif, tapi lebih kepada memahami dan menyelami kondisi masyarakat di sekitar kita.
Sunan Muria percaya kalau kita ingin membawa perubahan, kita harus terlebih dahulu diterima oleh orang-orang di sekitar kita.
Sunan Muria menerapkan Tapa Ngeli dengan cara hidup di tengah-tengah masyarakat biasa.
Beliau nggak memosisikan dirinya sebagai sosok yang jauh dari jangkauan, apalagi sombong.
Sebaliknya, beliau hidup seperti orang biasa, ikut bekerja, ngobrol, bahkan mendengar keluh kesah orang-orang sekitar.
Dengan pendekatan seperti ini, beliau jadi tahu betul masalah apa yang dihadapi masyarakat.
Nggak heran kalau dakwahnya selalu pas banget dengan kebutuhan mereka.
Buat kita yang hidup di era modern, Tapa Ngeli masih relevan banget. Misalnya, kalau kita ingin menginspirasi orang lain, kita harus mulai dengan memahami mereka.
Jangan asal menggurui tanpa tahu apa yang mereka rasakan. Jadilah teman yang baik, dengarkan cerita mereka, dan perlahan-lahan tunjukkan nilai-nilai positif yang bisa membawa perubahan.
Pager Mangkok: Tetangga Adalah Keluarga Kedua
Sekarang, kita beralih ke ajaran kedua, yaitu Pager Mangkok. Kalau diterjemahkan, Pager Mangkok artinya pagar mangkuk.
Tapi jangan langsung mikir ini soal bikin pagar rumah dari mangkuk ya! Ajaran ini lebih ke soal hubungan sosial kita, terutama dengan tetangga.
Sunan Muria mengajarkan bahwa Pager Mangkok adalah bentuk dari semangat gotong-royong dan kepedulian sosial.
Filosofinya simpel tapi dalem banget: kalau kita punya rezeki lebih, jangan cuma dinikmati sendiri.
Berbagilah dengan tetangga, apalagi kalau mereka sedang membutuhkan.
Kenapa sih ini penting? Karena tetangga adalah orang terdekat kita setelah keluarga.
Kalau ada apa-apa, mereka yang pertama kali tahu dan membantu. Bayangin aja kalau kita hidup tanpa hubungan baik dengan tetangga.
Rasanya pasti nggak nyaman, kan? Sunan Muria mengajarkan bahwa hubungan yang baik dengan tetangga itu seperti pagar yang melindungi kita.
Bedanya, ini bukan pagar yang kaku, tapi penuh rasa kasih sayang.
Dulu, ajaran ini diterapkan dengan cara sederhana, misalnya berbagi makanan, membantu saat tetangga sedang kesulitan, atau sekadar menyapa dan ngobrol santai. Intinya, jangan menutup diri dari lingkungan sekitar.
Buat kita yang hidup di era sekarang, Pager Mangkok bisa diaplikasikan dengan cara-cara modern.
Misalnya, kalau ada tetangga yang sakit, kita bisa menjenguk atau membantu biaya pengobatan.
Kalau kita masak lebih, nggak ada salahnya berbagi makanan dengan tetangga. Bahkan sekadar senyum dan menyapa pun sudah jadi bentuk kecil dari Pager Mangkok.
Relevansi Tapa Ngeli dan Pager Mangkok di Era Modern
Mungkin ada yang bertanya, “Ajaran ini kan dari zaman dulu. Masih cocok nggak sih buat kehidupan sekarang?” Jawabannya: cocok banget!
Di era modern yang serba individualis, banyak orang mulai lupa dengan pentingnya hubungan sosial.
Kita sibuk dengan gadget, pekerjaan, dan urusan pribadi, sampai-sampai lupa untuk peduli dengan sekitar.
Ajaran Tapa Ngeli dan Pager Mangkok justru jadi pengingat bahwa kita nggak bisa hidup sendirian.
Misalnya, Tapa Ngeli bisa membantu kita memahami dinamika lingkungan kerja atau komunitas.
Sebelum memberikan solusi atau kritik, kita perlu tahu dulu apa yang sebenarnya mereka butuhkan.
Sedangkan Pager Mangkok mengajarkan kita untuk peduli dengan orang-orang sekitar, karena rezeki yang kita dapatkan bukan hanya untuk kita sendiri.
Belajar dari Kehidupan Sunan Muria
Sunan Muria adalah contoh nyata bahwa hidup sederhana, dekat dengan masyarakat, dan peduli dengan sesama bisa membawa perubahan besar.
Beliau nggak hanya dikenal sebagai ulama, tapi juga sebagai teladan dalam kehidupan sosial.
Ajaran Tapa Ngeli dan Pager Mangkok menunjukkan bahwa dakwah atau menyebarkan kebaikan nggak harus selalu lewat cara formal.
Kadang, hal-hal kecil seperti mendengarkan, berbagi, atau membantu orang lain justru punya dampak yang lebih besar.
Hidup Lebih Bermakna dengan Tapa Ngeli dan Pager Mangkok
Jadi, apa yang bisa kita pelajari dari dua ajaran Sunan Muria ini? Tapa Ngeli mengajarkan kita untuk lebih memahami dan menyatu dengan lingkungan sekitar, sementara Pager Mangkok mengingatkan kita untuk selalu berbagi dan peduli dengan tetangga.
Kedua ajaran ini adalah resep sederhana untuk hidup yang lebih damai, bermakna, dan bermanfaat bagi orang lain.
Yuk, mulai praktikkan dalam kehidupan sehari-hari! Mulai dari hal kecil seperti mendengarkan teman yang curhat, berbagi makanan dengan tetangga, atau sekadar menyapa dengan senyum.
Karena pada akhirnya, hidup yang bermakna adalah hidup yang bermanfaat bagi orang lain.
Kamu mau coba mulai dari mana dulu nih? Tapa Ngeli atau Pager Mangkok?
Redaksi